Salah satu hasil karya budaya material (artefak) yang terbilang banyak hadir di masyarakat adalah hasil karya arsitektural. Apa dan bagaimana arsitektur khas daerah itu?
Arsitektur khas daerah mengacu pada Karakter tersebut antara lain terwujud dalam bentuk bangunan. Justru karena bentuknya yang khusus itulah maka ia menjadi ciri penanda arsitektur suatu daerah.
pandang maka orang akan dengan mudah dan relatif cepat menyadari tengah berada di daerah tertentu. Misalnya dengan sekilas menatap banyaknya bangunan joglo, maka dengan mudah dan relatif cepat kita menyadari bahwa sedang berada di daerah dengan latar belakang budaya Jawa. Bentuk atap yang khas dapat juga dijumpai pada bangunan adat daerah Bali, Batak, Minangkabau, Toraja, ataupun Dayak.
Dengan demikian, bentuk tertentu dari suatu bangunan dapat dijadikan sebagai penanda khusus arsitektur di suatu daerah. Selain atap, ciri penanda seperti contoh di atas dapat juga ditemui pada komponen bangunan berupa gapura, pagar, pilar, memolo, dan sebagainya. Selain aspek bentuk, material bangunan, komposisi warna, ragam hias, maupun tata letak, dapat juga menjadi penanda arsitektur khas daerah.
Selain sebagai ciri khusus yang membedakannya dengan arsitektur daerah lain, arsitektur khas daerah dapat diartikan sebagai refleksi fisik dari budaya manusia penghuni suatu ruang dengan segala aspeknya, seperti perilaku, aktivitas, lingkungan, dan pola kehidupan sosialnya. Selain menunjukkan fungsi idiologis, arsitektur khas daerah merupakan ekspresi diri, penanda (tetenger, signal ) yang mencerminkan identitas dan jati diri masyarakat di suatu daerah. Oleh karena itu, sangatlah wajar jika arsitektur khas dijadikan ikon suatu daerah.
Pasca keruntuhan Kesultanan Banten, yang ditandai dengan dihapusnya kesultanan oleh pemerintah kolonial Belanda pada abad ke — 19, bersamaan dengan itu pula dilakukan pemusnahan lambang-lambang kesultanan beserta bangunannya. Hampir semua bangunan yang berkaitan dengan Kesultanan Banten di daerah Banten Lama, telah dirusak oleh pemerintah kolonial Belanda. Kemudian Belanda membuat pusat administrasi pemerintahan yang terletak di selatan Banten Lama, yang disebut dengan nama Serang. Sejak awal pendiriannya, Serang telah dirancang sebagai sebuah ibukota, yakni ibukota prefektur. Hal tersebut terjadi pada saat Gubernur Jenderal Daendels memerintah Hindia — Belanda pada tahun 1808 — 1811. Pada saat itu, wilayah Banten dibagi menjadi tiga derah setingkat kabupaten, yakni Banten Hulu, Banten Hilir, dan Anyer. Ketiga daerah tersebut dikepalai oleh seorang prefek/landromsambt yang berkedudukan di Serang. Sehingga tidaklah mengherankan jika di Banten, terutama di Serang banyak terdapat bangunan dengan arsitektur Indis.
Banten dalam masa perkembangan awalnya adalah kota yang berfungsi sebagai pusat kerajaan yang bercorak maritim. Sehingga tidaklah mengherankan jika Banten menitikberatkan kehidupannya pada perdagangan, sedangkan kekuatan militernya lebih dititikberatkan pada kekuatan angkatan laut. Adapun para pedagang dari Nusantara yang menetap di Banten Lama antara lain berasal dari Maluku, Makassar, Banda, Sumbawa, dan Gresik.
Berdasarkan identifikasi toponim yang telah dilakukan, terdapat sejumlah pemukiman kuno di Banten. Pemukiman tersebut dibedakan berdasarkan suku bangsa dan jenis pekerjaan mereka. Pemukiman tersebut antara lain:
- Kefakihan: kampung para ulama
- Pamarican: kampung penyimpan merica dan barang-barang lain
- Pabean: kampung tempat pemungutan bea masuk dan bea keluar Banten
- Kaloran: kampung tempat tinggal Pangeran Lor
- Kawangsan: kampung tempat tinggal Pangeran Wangsa
- Kapurban: kampung tempat tinggal Pangeran Purba
- Penjaringan: kampung para nelayan
- Pakojan: kampung tempat tinggal orang-orang India
- Pratok: kampung perajin alat-alat yang terbuat dari tempurung kelapa
- Pasulaman: kampung perajin sulam
- Karangantu: kampung orang-orang asing
- Pamaranggen: kampung para pembuat keris
- Pawilahan: kampung para pembuat barang-barang dari bambu
- Pakawatan: kampung para pembuat alat-alat renda dari kuningan serta pembuat jala
- Kampung Karoya
- Kamendalikan: pemukiman Pangeran Mandalika
- Kampung Camara
- Kampung Tambak
- Kampung Kajoran
- Kebalen: pemukiman orang Bali
- Kampung Kasemen
- Kawiragunan: pemukiman Pangeran Wiraguna
- Pajantran: kampung perajin tenun
- Kepandean: kampung pande besi
- Kasantrian: kampung para santri
- Kampung Karangsepaten
- Kampung Keraton
- Kampung Pasar Anyar
- Kampung Pangembangan
- Kabupaten: tempat tinggal Pangeran Banten
- Kampung Langenmaita
- Kasunyatan: tempat tinggal orang-orang suci
- Kagongan: kampung para pembuat gong.
Dengan melihat banyaknya perkampungan dengan latar belakang penduduk yang beragam tersebut, logikanya mereka, para pendatang, akan membawa budaya dari daerah asalnya yang berpadu dengan budaya daerah setempat. Dengan demikian, akan tercipta budaya materi yang baru sebagai bentuk adaptasi terhadap lingkungan baru.
Selama ini, ikon yang dikenal oleh masyarakat, yang identik dengan daerah Banten adalah menara Masjid Agung Banten. Menara setinggi 23 meter ini memang sangat fenomenal dan khas. Bagian dasar menara berdenah segi delapan, demikian juga dengan bentuk tubuhnya. Pintu masuk menara terletak di sisi utara. Pada ambang atas pintu terdapat ornament berupa bentuk kala yang distilir. Pintu masuk menara ini dianalogikan dengan pintu masuk candi-candi Hindu dan Budha, dimana di bagian atas pintu masuknya terdapat hiasan kala. Bagian bangunan yang paling puncak adalah kepala menara yang terdiri atas dua tingkat. Tingkat pertama berbentuk kubah yang bagian atasnya terpenggal, sedangkan tingkat kedua adalah kubah yang lebih kecil. Di bagian teratas, yakni di puncak menara, terdapat memolo atau mustaka berwarna merah hati, yang terbuat dari tanah liat bakar, berbentuk menyerupai bunga yang sedang mekar. Untuk naik ke atas menara, harus melalui lorong tangga dengan konstruksi melingkar.
Meskipun arsitektur bangunan Masjid Agung Banten menunjukkan adanya pengaruh Eropa, namun ciri umum masjid tradisional Jawa tetap dipertahankan. Ciri umum masjid tradisional tersebut antara lain adalah beratap tumpang, terdapat serambi, adanya pawestren, terdapat kolam untuk bersuci, terdapat parit keliling, dan sebagainya. Meskipun arsitek pembangunan masjid ini seorang Eropa, tetapi tidak menutup kemungkinan unsur-unsur gaya bangunan lokal daerah setempat juga dimasukkan didalamnya.
Hingga saat ini, memang belum ada kajian yang membahas tentang arsitektur bangunan tradisional khas Serang, Banten. Dengan melihat perjalanan sejarahnya yang menjadikan Banten sebagai salah satu wilayah yang penting di masa lalu, tak heran jika muncul keingintahuan bagaimana bentuk bangunan tradisional daerah ini pada masa tersebut. Tulisan ini berusaha menggugah semangat untuk mencari seperti apa bentuk bangunan khas daerah Serang, Banten yang nantinya dapat menambah kekayaan budaya Banten, yang tentunya tidak kalah dengan budaya lain.